Catatan survey Torakur ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Inovasi Pendidikan”. Rencana survey udah dirancang jauh-jauh hari sejak para dosen masing-masing memberi tugas berbeda tapi dengan lokasi studi yang sama, Kabupaten Semarang. Jadilah kami berlima dengan gembira berangkat survey, rame-rame dihari minggu. Kelompok dibagi jadi dua tema, agroindustri (Aku dan Septi) dan pariwisata (Leli, Ares,dan Ook) dengan tempat-tempat tujuan yang berbeda masing-masing kelompok, tapi kami sepakat buat bersama kesemua tempat-tempat itu.
Ini sedikit catatan wawancara yang dirangkum dari salah satu tujuan survey kelompokku, di tempat pembuatan Torakur (Tomat Rasa Kurma) yang dimiliki oleh Ibu Ngestiwati.Ide membuat Torakur muncul sejak tahun 2002 ketika terdapat kelebihan stok tomat karena panen yang berlimpah hingga membuat harga tomat anjlok di pasaran hingga ke titik Rp250-Rp500. Tomat yang berlimpah tersebut apabila tidak diolah maka akan segera membusuk sehingga muncul ide mengolah tomat agar lebih awet. Tomat-tomat tersebut diolah menjadi manisan menyerupai kurma dari bentuk hingga rasanya. Selain menjadi rasa kurma, tomat juga diolah menjadi dodol. Olahan tersebut dapat awet hingga enam bulan.
Torakur telah menjadi hak paten sebagai oleh-oleh khas bandungan, namun Bu Ngesti sebagai pencetus mengemukakan bahwa mungkin saja di daerah lain terdapat olahan serupa namun dengan nama yang berbeda. Keahlian membuat Torakur ini didapatkan dari mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) dalam upaya pengolahan buah-buahan hasil pertanian menjadi manisan. Ilmu yang didapat tersebut kemudian dikembangkan sendiri oleh Bu Ngesti.
Proses memproduksi Torakur dikerjakan selama satu minggu dengan karyawan sebanyak 12 orang yang berasal dari lingkungan sekitar rumah Bu Ngesti yang seluruhnya merupakan perempuan. Mereka diberdayakan karena sebelumnya berkegiatan sebagai ibu rumah tangga atau anak putus sekolah. Bahan baku tomat didapatkan dari pasar sekitar seperti Pasar Jetis, Kopeng, dan Bandungan. Bila bahan baku sulit didapat, kadang mendatangkan juga dari Temanggung. Dalam satu kali produksi dihasilkan dua hingga tiga kuintal perhari. Produksi tersebut dapat mencukupi stok permintaan hingga dua bulan. Kendala yang dihadapi adalah apabila datang musim penghujan karena pasokan tomat menipis disebabkan oleh para petani yang gagal panen. Bulan-bulan yang optimal untuk berproduksi antara Agustus hingga Oktober. Olahan tersebut dikemas dalam kardus dengan label “Torakur” sehingga lebih menarik dan dapat bernilai ekonomis lebih. Satu kotak isi seperempat kilogram baik dalam bentuk rasa kurma maupun dodol dijual dengan harga Rp10ribu. Harga tersebut akan lebih tinggi bila sudah dijual di kawasan wisata di daearah Bandungan.
Torakur telah menjadi hak paten sebagai oleh-oleh khas bandungan, namun Bu Ngesti sebagai pencetus mengemukakan bahwa mungkin saja di daerah lain terdapat olahan serupa namun dengan nama yang berbeda. Keahlian membuat Torakur ini didapatkan dari mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) dalam upaya pengolahan buah-buahan hasil pertanian menjadi manisan. Ilmu yang didapat tersebut kemudian dikembangkan sendiri oleh Bu Ngesti.
Proses memproduksi Torakur dikerjakan selama satu minggu dengan karyawan sebanyak 12 orang yang berasal dari lingkungan sekitar rumah Bu Ngesti yang seluruhnya merupakan perempuan. Mereka diberdayakan karena sebelumnya berkegiatan sebagai ibu rumah tangga atau anak putus sekolah. Bahan baku tomat didapatkan dari pasar sekitar seperti Pasar Jetis, Kopeng, dan Bandungan. Bila bahan baku sulit didapat, kadang mendatangkan juga dari Temanggung. Dalam satu kali produksi dihasilkan dua hingga tiga kuintal perhari. Produksi tersebut dapat mencukupi stok permintaan hingga dua bulan. Kendala yang dihadapi adalah apabila datang musim penghujan karena pasokan tomat menipis disebabkan oleh para petani yang gagal panen. Bulan-bulan yang optimal untuk berproduksi antara Agustus hingga Oktober. Olahan tersebut dikemas dalam kardus dengan label “Torakur” sehingga lebih menarik dan dapat bernilai ekonomis lebih. Satu kotak isi seperempat kilogram baik dalam bentuk rasa kurma maupun dodol dijual dengan harga Rp10ribu. Harga tersebut akan lebih tinggi bila sudah dijual di kawasan wisata di daearah Bandungan.
Gambaran Usaha Torakur di Kabupaten Bandungan
Sumber: Survey Primer, 2010
Pemasaran bukan hanya dalam lingkup Bandungan namun hingga mencapai Brebes, Jakarta, Lembang, dan Surabaya. Permintaan melonjak ketika datang hari-hari perayaan seperti Natal dan Idul Fitri serta hari-hari libur maupun weekend.
Guna menularkan kiat sukses dalam memproduksi hasil olahan buah, maka Bu Ngesti sering diajak bekerja sama oleh Dinas-dinas terkait seperti Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian, dan Dinas pertanian untuk memberikan pelatihan maupun menjadi narasumber pada berbagai acara. Sasaran pelatihan dan seminar adalah ibu-ibu penggerak PKK. Bahkan pelatihan tersebut telah dilakukan hingga tingkatan Provinsi. Nama Torakur telah mendapatkan pengakuan hingga tingkat nasional, terbukti dari banyaknya minat studi banding dari luar daerah seperti misalnya dari Papua dan Pulau Samosir yang bermaksud mengetahui tentang manajemen berproduksi.
Inovasi pendidikan dapat diambil dari cerita survey torakur ini adalah bahwa ilmu pengetahuan yang didapatkan dari satu sumber dapat berkembang dan meluas ke berbagai pihak.
Sangat disayangkan saat ini Torakur sudah tidak berproduksi hingga dua bulan karena adanya kendala pasokan tomat yang sedikit di pasaran sehingga harga tinggi hingga mencapai Rp10 ribu per kilonya.
Sangat disayangkan saat ini Torakur sudah tidak berproduksi hingga dua bulan karena adanya kendala pasokan tomat yang sedikit di pasaran sehingga harga tinggi hingga mencapai Rp10 ribu per kilonya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar